Komisi IV Khawatir Ketersediaan Pupuk Subsidi
Komisi IV DPR mempertanyakan kelangkaan ketersediaan pupuk subsidi di tingkat petani. Pasalnya, masih tingginya disparitas harga antara pupuk bersubsidi dengan pupuk komersial sehingga menyebabkan penyelewengan dilapangan.
Hal itu mengemuka saat Komisi IV DPR mengadakan RDP dengan jajaran Kementerian Pertanian, Perdagangan dan Industri Pupuk Indonesia, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, baru-baru ini.
Herman mengatakan, kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) jangan sampai mengakibatkan semakin rendahnya daya saing para petani. Karena harga jual komoditas pertanian belum mencapai harga yang diinginkan.
“Kalau kenaikan pupuk tidak sejalan dengan Hasil Produksi Pertanian akan dikhawatirkan menurunkan kesejahteraan petani. Jadi kita akan mempertimbangkan terhadap kemampuan daya beli masyarakat dan selama pemerintah mampu membiayai untuk memberikan subsidi saya kira inilah yang terbaik untuk rakyat,”ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini menekankan kepentingan Rakyat harus kita perhatikan. Lebih utama, jika opsi-opsi ini bisa dilakukan tentunya tidak harus dikhawatirkan akan terjadi kelangkaan pupuk. Opsi ini, dijelaskannya merupakan bagian Komisi IV dengan Pemerintah, dibahas supaya pupuk betul-betul mencukupi terhadap pupuk bersubsidi Tahun 2014.
“Banyak opsi yang kami bicarakan mudah-mudahan didalam pembahasan APBN Perubahan Tahun 2014 maupun APBN 2015 ini menjadi bahan dasar dan yang paling penting jangan sampai bahwa pupuk ini yang sesungguhnya harus jatuh kepada petani kecil dan petani yang berhak menerimanya, justru diselewengkan karena terjadinya disparitas harga dengan pupuk komersial yang begitu tinggi,”ungkap Herman Khaeron.
Yang kedua, lanjutnya, juga para Bupati dan Walikota di Seluruh Indonesia harus segera menandatangani Penetapan RDKK di Kabupaten/kota maupun di provinsi, karena juga keterlambatan Penetapan RDKK juga akan memperlambat penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani.
Sistem Pengawasan juga telah dialokasikan melalui Komisi Pengawas Pupuk dan Peptisida (KP3) sebesar Rp.30 Milyar pada anggaran Tahun 2014. “Mohon juga ini diefektifkan menjadi instrument yang mengawal pupuk subsidi sampai petani yang membutuhkan.” imbuhnya. (as)
Seperti diketahui, dari 9,55 juta ton pupuk yang dianggarkan pada tahun 2014, yang bertujuan untuk memberikan kontribusi peningkatan produksi petani melalui pupuk subsidi ternyata hanya terpenuhi 7,78 juta ton disebabkan biaya produksi tinggi.
“Ini yang menyebabkan secara merata pasti ada pengurangan kuantum pupuk di kabupaten dan kota pada seluruh Indonesia,”ujarnya.
Dia menambahkan, Komisi IV DPR dan Pemerintah akan menggodok opsi-opsi terkait Pupuk bersubsidi. Opsi pertama adalah kebutuhan pupuk rata-rata tetap diasumsikan 9,55 juta ton dengan merubah Permentan (Peraturan Menteri Pertanian).
“Hal ini sudah direkomendasikan dalam RDP dengan Kementerian Pertanian, yang kemudian diharapkan pupuk dapat tersedia sampai Desember,”katanya.
Apabila dalam pembahasan APBN Perubahan tidak cukup anggaran, lanjutnya, untuk bisa memenuhi kekurangan tersebut dapat dipenuhi melalui Pembahasan APBN 2015 melalui mekanisme kurang bayar yang nanti diaudit terdahulu oleh BPK.
“Banyak opsi selain mereview kembali HET, selain itu persoalan disparitas harga yang begitu tinggi antara pupuk bersubsidi dengan pupuk komersial menyebabkan penyelewengan,”ujarnya. (as/si)